Monday, July 27, 2009

perjalanan mata kaki menuju hati

Azalea
Pagi ini aku tiba-tiba terbangun dari tidurku. Entah karena udara pagi yang dingin atau karena gelisah yang kurasakan sejak setahun belakangan yang membuatku terbangun. Aku menggeliat sedikit lalu melihat jam di HP ku. Masih pukul 6.30. Aku segera turun dari tempat tidur dan terduduk sebentar dilantai. Setelah itu, aku berdiri menuju jendela kamarku. Kulihat diluar sana rintik hujan mulai membasahi bumi. Tumben, pikirku. Setelah sekian lama kotaku tak pernah diguyur hujan. Kali ini, jakarta seakan menangis.

Kubuka pintu dalam kamarku yang menuju teras. Tak seperti biasanya, sebelumnya aku tak pernah ingin berada disini. Tapi entah mengapa hari ini aku ingin sekali menikmati hujan disini, diteras ini. Aku duduk, lalu terdiam. Mataku tak ubahnya bagai mata kucing dikegelapan malam yang terus mengawasi seakan melihat musuh dikejauhan. Satu persatu ku amati rintik-rintik hujan yang jatuh didahan pohon. Aku sangat suka suasana pagi ini. Pohon-pohon bergelayut manja disiram hujan. Jalanan juga terlihat hitam pekat. Bau tanah basah sangat menusuk hidung. Lalu aku bertanya pada diriku, kemana saja aku ketika rintik hujan jatuh waktu itu?

Waktu itu aku masih terlalu lemah untuk mencium bau tanah basah ini. Waktu itu aku lebih suka bermain bersama mereka daripada terdiam melihat hujan. Waktu itu yang ku tahu aku hanya ingin berlari tanpa menoleh kebelakang. Dan lalu aku menyadari, aku tak bisa terus berlari.

Abimanyu
Tiba-tiba aku terbangun. Samar kudengar rintik hujan diluar sana. Entah kenapa aku bermimpi lagi tentangnya. Ini bukan yang pertama. Dalam mimpiku, aku berada dalam hujan dan memegang erat tangannya. Mungkin ini hanya bunga mimpi. Mimpi yang terus menerus datang, mungkinkah?? Aku tak bisa terus berpura-pura seakan semuanya baik-baik saja. Aku tau aku telah menyakitinya. Menyakiti wanita yang dulu pernah sangat aku sayangi. Wanita yang dulu pernah aku jaga, walaupun aku tak menjaganya dengan baik hingga dia pergi.

Mataku menerawang ke langit-langit kamar. Aku teringat dirinya. Apakah dia baik-baik saja setelah kejadian waktu itu. Apakah dia masih ingat padaku. Apakah dia membenciku. Terakhir aku menghubunginya, dia masih sama seperti dulu. Masih bisa tertawa lepas mendengar jokes ku yang tidak lucu. Itu salah satu yang membuat aku tidak ingin melepaskannya. Namun sudah dua bulan terakhir ini tak ada kabar darinya. Dia tidak menghubungiku dan aku juga tidak berusaha untuk menghubunginya. Dan dia terus hadir dalam mimpiku.

Azalea
Aku sudah lebih baik sekarang. Kurasa. Awan memang tak pernah sehitam ini. Namun aku harus terus melanjutkan hidupku. Aku tidak akan selamanya berlari bukan. Ada saatnya dimana aku harus menoleh sebentar kebelakang untuk mengetahui sudah seberapa jauh aku berlari. Ternyata sudah teramat jauh.

Kenangan itu memang sudah lewat, namun masih terasa nyeri disini. Aku tau itu bukan sepenuhnya salahnya. Ada andilku di dalamnya. Tapi bukan itu yang membuatku berlari. Bukan. Saat aku baru merangkak, dia sudah berdiri. Dia masih sama seperti dulu. Begitu rapuh hingga perlu penopang. Secepat itu dia menggantikanku.

Abimanyu
Aku memang sudah menemukan penggantinya. Wanita yang akan menjagaku selamanya. Semoga. Tapi wanita itu tidak akan pernah menggantikan tempatnya dihatiku. Tidak akan pernah. Dia tidak akan pernah tau itu. Betapa sebenarnya dia yang aku butuhkan, bukan wanita itu. Betapa aku sangat ingin mengulang hari-hari indah itu bersamanya. Betapa aku sangat merindukan tawanya. Betapa aku sangat ingin dia berada di sampingku, sekarang. Tapi tak mungkin!! Aku tak mungkin mengulang kesalahan yang sama. Saat ini yang kubutuhkan hanya seuntai kata maaf darinya. Maaf yang benar-benar tulus. Mungkin hanya itu yang bisa membuatku bisa terus melanjutkan hidupku. Tapi mungkinkah dia masih mau memberikan maaf itu? Sementara aku hanya terdiam disini. Dikamar ini.

Azalea
Aku sudah memaafkannya. Sungguh. Walaupun terkadang aku ragu, apa benar aku sudah memaafkannya. Aku tidak pernah marah padanya. Aku tidak ingin membencinya. Aku ingin dia menjadi sahabatku, tapi aku tidak bisa!!

Aku sudah mencoba berdamai dengan kenangan itu. Mencoba memaafkan diriku. Mencoba memaafkan dirinya. Mencoba menengok ke belakang sebentar untuk melihat apakah aku sudah siap untuk melanjutkan hidupku lagi.

Kini aku siap. Aku sudah memaafkan mu Bima. Kini maaf sudah kuberikan. Tulus dari dasar hatiku. Walaupun dia tidak akan pernah tau, karena dia terlalu egois untuk meminta padaku. Kini aku akan melanjutkan perjalananku. Mungkin tidak dengan berlari. Karena aku sudah lelah. Mungkin aku akan berjalan pelan sambil menikmati pemandangan disekelilingku.

Aku harap kau bahagia dengannya. Aku tahu kau akan selalu berusaha membuatnya tersenyum. Aku tahu kau sedang berusaha memperbaiki semua dengannya. Semua hal yang tidak bisa kau perbaiki sewaktu menjalaninya denganku. Tapi dia bukan aku Bima. Ingat itu.

Abimanyu
Mungkin aku memang egois. Sebagai pria aku pantas untuk merasa begitu bukan. Tapi keegoisan ini menyiksaku. Apa aku harus menghubunginya. Akh, mungkin dia sudah tidak menginginkanku hadir dalam hidupnya. Atau mungkin dia sudah menemukan penggantiku. Apa reaksinya jika aku meminta maaf padanya. Aku tidak sanggup!!

Lea, aku mohon maafkan aku. Aku tak sanggup jika harus menemuimu. Hanya maaf Lea. Maaf.

Epilog
Hujan bertambah deras. Dan udara bertambah dingin pagi ini. Lea beranjak dari kursinya. Dan Bima terlelap lagi dalam tidurnya. Berharap dalam tidurnya kali ini dia akan bertemu Lea lagi dan sempat mengucapkan kata maaf itu. Hujan tak pernah sederas hari ini. Dan hatiku tak pernah setenang ini
achie-nan-ndut.blog

No comments:

Post a Comment